Seleksi biru putih (blue-white
screening) yaitu metode untuk memisahkan sel yang mengandung plasmid
rekombinan dengan sel yang mengandung plasmid tanpa insert. Seleksi biru putih
dilakukan untuk mengetahui keberhasilan proses ligasi atau keberadaan DNA
sisipan. Metode ini menggunakan media yang mengandung X-gal dan IPTG (Isopropyl Thiogalactoside atau isopropyl beta-D-thiogalactopyranoside). Transforman yang dihasilkan ada yang berwarna biru dan
putih, adanya warna biru karena senyawa X-gal dalam medium.
Hasil transformasi terlihat bahwa koloni berwarna putih terbentuk pada cawan
dengan penambahan X-gal dan IPTG serta pada kontrol positif tanpa perlakuan.
X-gal adalah molekul yang mirip galaktosa, sedangkan IPTG merupakan inducer enzim
β-galaktosidase. Hasil ini sesuai
dengan literatur yang mengatakan, terbentuknya koloni berwarna putih ini
berarti sel bakteri mengandung DNA plasmid rekombinan dan proses ligasi
dinyatakan berhasil. Jika proses ligasi atau penyambungan
fragmen DNA tidak berhasil ditandai dengan warna koloni berwarna biru, sehingga
dapat dikatakan percobaan meligasikan dan transformasi fragmen DNA berhasil
dilakukan karena terdapat koloni putih. Jika koloni berwarna biru artinya
proses transformasi yang dilakukan tidak berhasil hal ini dapat terjadi karena
ukuran insert terlalu kecil sehingga tidak mampu membuat gen lac-Z terinaktifasi
atau posisi sisipan yang tidak tepat, dan insert yang diklon bersifat meracuni
bagi sel bakter.
Metode
Seleksi Biru Putih
Satu koloni bakteri Escherichia
coli diambil dengan tusuk gigi steril dan dibiakkan dalam eppendorf yang berisi 500 μl TFB (Transformation
Buffer). Resuspensi dilakukan terhadap tabung eppendorf (vortex).
Selanjutnya, eppendorf diinkubasi di
dalam es selama 5 menit dan disentrifuse pada 5000 rpm selama 5 menit. Endapan
(pelet) hasil sentrifuse ditambahkan dengan 500 μl TFB dan diresuspensi atau
divortex kembali. Setelah itu, ditambahkan 1/12 volume TFB dan DMSO ± 20,8 μl.
Campuran diresuspensi dan kemudian diinkubasi di dalam es selama 10 menit. Hasil pelet di ambil dan di
tambahkan kembali 500 μl TFB dan
diresuspensi. Ditambahkan 1/12 volume TFB dan DMSO sebanyak 41,76 μl, di campur
dan diinkubasi selama 10 menit. Sel kompeten di jadikan sebagai kontrol
kemudian di tambahkan media LA yang dicampur dengan ampisislin. Setelah proses
tersebut maka dilakukan proses ligas.
2.
Transformasi bakteri
Transformasi adalah ekspresi materi genetik
asing yang masuk melalui dinding sel. Proses transformasi dilakukan dengan
mencampurkan sekitar 50 μl
sel kompeten dan 10 μl hasil ligasi lalu
diinkubasi selama 20 menit. Pada dasarnya dinding sel berfungsi melindungi sel
dari masuknya benda-benda asing termasuk DNA, tapi dalam kondisi tertentu,
dinding sel ini bisa memiliki semacam celah atau lubang yang bisa dimasuki DNA.
Sebetulnya ada lebih dari 1% spesies bakteri mampu melakukan transformasi
secara alami, dimana mereka memproduksi protein-protein tertentu yang dapat
membawa DNA menyeberangi dinding sel. Agar gen yang berupa fragmen DNA (insert)
ini dapat masuk, maka DNA tersebut harus dibuat menjadi DNA plasmid terlebih dahulu
dengan menyisipkannya pada suatu DNA vektor. Di dalam
laboratorium, kita dapat membuat suatu bakteri menjadi kompeten (istilah untuk
bakteri yang siap bertransformasi), misalnya dengan mendinginkannya pada
larutan yang mengandung kation divalen seperti Ca2+ untuk membuat
dinding sel menjadi berpori dan dapat dilalui oleh DNA plasmid. Dengan
melakukan teknik ‘heat-shock‘. Sebanyak
50 μl sel kompeten diambil dan ditambahkan dengan 10 μl hasil ligasi, lalu
diinkubasi di dalam es selama 20 menit. Campuran tersebut kemudian segera
dipanaskan (heat shock) pada suhu 42oC selama 45 detik.
Setelah perlakuan heat shock, campuran diinkubasi di dalam es selama 5
menit. Campuran ditambahkan dengan 100 μl YT dan diinkubasi kembali pada
suhu 37oC kemudian dimasukkan ke dalam shaker dengan kecepatan
250 rpm selama 20 menit. Tahap akhir adalah bakteri disebar di atas media
padat. Komposisi media pertama (kontrol +) adalah LA (Luria Agar), media kedua
(kontrol -) berisi LA dan ampisilin, media ketiga (kontrol transformasi) berisi
Luria Agar, X-gal, dan IPTG.
Keberhasilan Proses Transformasi
Setiap sel termasuk bakteri memiliki sistem
pertahanan diri terhadap benda asing termasuk DNA. Jika sel bakteri menemukan
adanya DNA asing, maka enzim restriksi sebagai penjaga benteng akan
memotong-motong DNA tersebut hingga menjadi pendek dan tak berfungsi lagi. Agar
DNA plasmid yang ditransformasi tidak dicincang oleh enzim restriksi, maka ia
harus memiliki bagian yang dinamakan ori atau Origin Of Replication yang
dikenali oleh bakteri yang bersangkutan. Ori ini berfungsi ‘mengelabui’ bakteri
agar tidak menganggapnya sebagai DNA asing. Ori juga merupakan signal agar
bakteri tersebut dapat melakukan replikasi alias penggandaan DNA plasmid secara
independen seiring dengan replikasi DNA genomny.
Umumnya bakteri tidak dapat hidup pada media yang mengandung antibiotik. Untuk itu pada DNA plasmid yang di transformasikan harus ada gen penyandi antibiotik resisten agar bakteri hostnya menjadi tahan hidup di media yang mengandung antibiotik. Bakteri yang tidak berhasil disusupi oleh plasmid akan mati dengan sendirinya. Proses transformasi dikatakan berhasil apabila rangkaian DNA yang diintroduksikan dapat disisipkan ke genom sel inang (bakteri), diekspresikan dan terpelihara dalam seluruh proses pembelahan sel berikutnya.
Reaksi ligasi tidak akan 100% berhasil menyambungkan vektor dan insert. Bisa saja terjadi vektor berligasi sendiri (vector self-ligation) atau justru insert yang berligasi sendiri (insert self-ligation). Insert biasanya disisipkan di pertengahan gen lac-Z yang merupakan penyandi lacZ-å subunit dari enzim ß-galactosidase subunit lainnya. lacZ-w subunit dihasilkan oleh gen yang terdapat pada kromosom bakteri hostnya. Enzim ini dapat memecah substrat seperti X-gal (suatu galaktosa yang dimodifikasi) menjadi galaktosa dan pre-chromophore 5-bromo-4-chloro-3-hydroxyindole yang selanjutnya dioksidasi menjadi 5,5′-dibromo-4,4′-dichloro-indigo yang berwarna biru.
Umumnya bakteri tidak dapat hidup pada media yang mengandung antibiotik. Untuk itu pada DNA plasmid yang di transformasikan harus ada gen penyandi antibiotik resisten agar bakteri hostnya menjadi tahan hidup di media yang mengandung antibiotik. Bakteri yang tidak berhasil disusupi oleh plasmid akan mati dengan sendirinya. Proses transformasi dikatakan berhasil apabila rangkaian DNA yang diintroduksikan dapat disisipkan ke genom sel inang (bakteri), diekspresikan dan terpelihara dalam seluruh proses pembelahan sel berikutnya.
Reaksi ligasi tidak akan 100% berhasil menyambungkan vektor dan insert. Bisa saja terjadi vektor berligasi sendiri (vector self-ligation) atau justru insert yang berligasi sendiri (insert self-ligation). Insert biasanya disisipkan di pertengahan gen lac-Z yang merupakan penyandi lacZ-å subunit dari enzim ß-galactosidase subunit lainnya. lacZ-w subunit dihasilkan oleh gen yang terdapat pada kromosom bakteri hostnya. Enzim ini dapat memecah substrat seperti X-gal (suatu galaktosa yang dimodifikasi) menjadi galaktosa dan pre-chromophore 5-bromo-4-chloro-3-hydroxyindole yang selanjutnya dioksidasi menjadi 5,5′-dibromo-4,4′-dichloro-indigo yang berwarna biru.
Jika gen Lac-Z masih utuh, maka koloni bakteri akan berwarna
biru akibat pengaruh zat warna indigo yang dihasilkan. Jika
insert berhasil disisipkan (diligasikan) dengan vektor, otomatis gen lac-Z nya
akan terdistrupsi alias rusak dan ujung-ujungnya tidak mampu menghasilkan
indigo yang berwarna biru, sehingga koloni bakteri akan berwarna putih. Jadi
hanya koloni putih yang tumbuh pada media yang mengandung antibiotik dan X-Gal
sajalah yang kemungkinan mengandung gen yang kita transformasikan (terjadi seleksi
biru-putih).
0 komentar:
Posting Komentar